Guru Besar IPB dan seorang ahli lingkungan dan ekologis, namanya Profesor Bambang Hero Saharjo yang dilaporkan ke Polda Bangka Belitung oleh DPD Putra Putri Tempatan Babel, Andi Kusuma, setelah menghitung kerugian negara terkait kasus dugaan korupsi timah Rp271 triliun. Sang profesor dilaporkan atas tuduhan memberikan keterangan palsu terkait penghitungan kerugian negara atas kerusakan lingkungan akibat penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah 2015-2022.
Profesor Bambang Hero Saharjo ini merupakan seorang saksi ahli yang dihadirkan oleh jaksa dalam persidangan korupsi timah, guys. Beliau jadi saksi ahli dalam persidangan tipikor yang mendakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan MB Gunawan. Sesuai perannya, prof Bambang menjelaskan dengan rinci kerugian keuangan akibat aktivitas penambangan PT Timah Tbk dan afiliasinya.
Dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor PN Jakpus pada Jumat (15/11/24), korupsi timah yang melibatkan 16 tersangka ini mengakibatkan kerusakan alam juga hutan alam yang merugikan negara hingga Rp271 triliun. Rincian kerugian negara yang menjerat Harvey Moeis cs itu di antaranya: kerugian ekologis (Rp183,7 triliun), ekonomi lingkungan (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan (Rp12,1 triliun).
Setelah angka penghitungan itu disampaikan oleh Prof Bambang, mulailah muncul kontroversi. Yep, Andi Kusuma lalu mempertanyakan keahlian juga kompetensi dari Prof. Bambang sebagai ahli untuk menghitung estimasi kerugian negara. Langkah hukum untuk melaporkan Prof. Bambang ini dianggap Andi perlu dilakukan karena keterangan Prof.Bambang di persidangan yang dianggap nggak akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, Prof Bambang juga bukan yang sembarang ngitung ya, gaes. Beliau diminta oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memang nge-handle kasus korupsi timah itu. Perhitungan yang dilakuin sama Prof. Bambang juga udah sesuai sama peraturan yang ada. And of course, it's not his first time to do it. Beliau udah ngitung ribuan cases kerugian lingkungan terkait kasus pidana sejak tahun 2000 silam.
Prof Bambang bilang bahwa berdasarkan Permen LH nomor 7 tahun 2014, dia sebagai ahli lingkungan berhak menghitung soal kerugian lingkungan akibat tindak pidana, termasuk kasus korupsi timah di Bangka Belitung ini. Moreover, Prof. Bambang dan timnya juga udah menghitung kerugian lingkungan di kasus ini sejak Desember 2023 silam. Bukan hanya ngitung dari pengamatan jarak jauh, beliau dan tim juga sampai turun buat liat sikon di lapangan. Cara ini dianggap penting buat ngehasilin perhitungan kerugian atas kerusakan lingkungan yang lebih valid dan precise.
Pasalnya banyak pihak yang malah stand behind Prof. Bambang atas pelaporannya, nih, guys. Salah satunya adalah praktisi hukum Boris Tampubolon, yang menganggap kalo tuduhan keterangan palsu ke guru besar IPB itu bertentangan sama peran seorang ahli dalam KUHAP. Intinya sih, saksi ahli yang memberikan keterangan di pengadilan nggak bisa dilaporkan. Hal ini karena saksi ahli bertugas kasih keterangan sama pendapat mereka sesuai kebutuhan hukum di persidangan. That's why antara satu ahli sama ahli lainnya bisa banget beda-beda, tergantung sama bidang keilmuannya.
Lebih jauh, pelaporan Andi Kusuma atas Prof. Bambang dianggap salah alamat oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Selain itu, doi juga menilai langkah hukum yang diambil Andi Kusumadinilai nggak relevan secara keilmuan dan terkesan norak.
Rektor IPB University, Prof. Arif Satria juga merespons soal pelaporan Prof. Bambang sebagai saksi ahli kasus korupsi timah di Babel. Menurut beliau, gugatan terhadap Prof. Bambang bisa merusak tatanan hukum di Indonesia. Jika semua saksi ahli yang hadir dan memberi keterangan di persidangan bisa digugat atau dikriminalisasi, nggak akan ada lagi ahli yang mau bersaksi untuk menegakkan hukum di pengadilan. Kalo udah gitu maka hakim akan makin kesulitan buat mutusin perkara dan mewujudkan hukum yang seadil-adilnya. On the other side, Prof. Bambang menilai kalo pemolisiannya atas tuduhan keterangan palsu di pengadilan sebagai bentuk ketidakpahaman si pihak pelapor.