MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA (Pengertian Makna, Jenis-jenis & Komponen Makna)



 

A. Pengertian Makna

Makna kata merupakan bidang kajian yang dibahas dalam ilmu semantik. Semantik berkedudukan sebagai salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna suatu kata dalam bahasa, sedangkan linguistik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa lisan dan tulisan yang memiliki ciri-ciri sistematik, rasional, empiris sebagai pemerian struktur dan aturan-aturan bahasa (Nurhayati, 2009:3).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna suatu kata dalam bahasa dapat diketahui dengan landasan ilmu semantik.  Hornby berpendapat bahwa makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud (Pateda, 2001:45). Poerwadarminta menyatakan makna adalah arti atau maksud. Kata makna diartikan: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Pateda, 2001:45). 

Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 2011:53). Dari batasan pengertian itu dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti.

Menurut pendapat Fatimah (1993:5) makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa (Fatimah, 1993:5). Sejalan dengan pendapat tersebut, Lyons menyebutkan bahwa mengkaji makna atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari katakata lain (Fatimah, 1993:5).

Kridalaksana (1993:148) berpendapat makna (meaning, linguistic meaning, sense) yaitu: (1) maksud pembicara, (2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya, (4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicara yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata lain.

 

B. Jenis-jenis Makna

Makna suatu kata merupakan bahan yang dikaji dalam ilmu semantik. Makna kata terbagi menjadi beberapa jenis. Seperti yang dikemukakan oleh Palmer jenis makna terdiri dari: (i) makna kognitif (cognitive meaning), (ii) makna ideasional (ideational meaning), (iii) makna denotasi (denotasional meaning), (iv) makna proposisi (propositional meaning), sedangkan Shipley berpendapat bahwa makna mempunyai jenis: (i) makna emotif (emotif meaning), (ii) makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif (descriptive meaning), (iii) makna referensial (referential meaning), (iv) makna pictorial (pictorial meaning), (v) makna kamus (dictionary meaning), (vi) makna samping (fringe meaning), dan (vii) makna inti (core meaning). Leech (dalam Chaer, 2009:61) membedakan adanya tujuh tipe makna, yaitu  (1)  makna konseptual,  (2)  makna konotatif,  (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna refleksi, (6) makna kolokatif, (7) makna tematik (Pateda, 2001:96).

Pendapat lain dikemukakan oleh Chaer (2009:61), yang membedakan jenis makna menjadi beberapa kriteria. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferesial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiasif, kolokatif, reflektif, idiomatik, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis makna memang sangat beragam. Keberagaman makna tampak dari masing-masing pendapat. Pateda (2001:97) membagi jenis-jenis makna menjadi dua puluh Sembilan yaitu makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat, makna deskriptif (descriptive meaning) yang biasa disebut pula makna kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referential meaning) adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata, makna ekstensi adalah makna yang mencakup semua ciri objek atau konsep, makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan, makna gereflekter yaitu makna kata yang sering berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu, makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat, makna ideasional adalah makna yang muncul akibat penggunaan kata yang memiliki konsep, makna intensi adalah makna yang menekankan maksud pembicara, makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu, makna kiasan adalah pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya, makna kognitif adalah makna yang ditunjukan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.

 Makna selanjutnya adalah makna kolokasi biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama, makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna konstruksi adalah makna yang terdapat di dalam suatu konstruksi kebahasaan, makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks, makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu, makna lokusi, makna luas menunjukan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang dipertimbangkan, makna pictorial adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca, makna proposisional adalah makna yang muncul apabila seseorang membatasi pengertiannya tentang sesuatu, makna pusat adalah makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat, makna referensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata, makna sempit merupakan makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran, makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa, makna tekstual adalah makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan, makna tematis akan dipahami setelah dikomunikasikan oleh pembicara atau penulis melalui urutan kata-kata, makna umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu, makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara suatu bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat, dan makna konotatif adalah makna yang muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca.

Berikut akan dibahas mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan oleh para ahli bahasa.

 

1. Makna Sempit

Makna  sempit  (narrowed  meaning)  adalah  makna  yang  lebih  sempit  dari keseluruhan  ujaran.  Makna  yang  asalnya  lebih  luas  dapat  menyempit,  karena dibatasi (Djajasudarma, 1993). Bloomfield mengemukakan adanya makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna ujaran.

Makna  luas  dapat  menyempit,  atau  suatu  kata  yang  asalnya  memiliki makna  luas  (generik)  dapat  menjadi  memiliki  makna  sempit  (spesifik)  karena dibatasi.  Perubahan  makna  suatu  bentuk  ujaran  secara  semantik  berhubungan, tetapi  ada  juga  yang  menduga  bahwa  perubahan  terjadi  dan  seolah-olah  bentuk ujaran hanya menjadi objek  yang relatif permanent, dan makna hanya menempel seperti  satelit  yang  berubah-ubah.  Sesuatu  yang  menjadi  harapan  adalah menemukan  alasan  mengapa  terjadi  perubahan,  melalui  studi  makna  dengan segala perubahannya yang terjadi terus-menerus.

Kridalaksana  (1993:  133),  memberikan  penjelasan  bahwa  makna  sempit (specialised meaning, narrowed meaning) adalah makna ujaran yang lebih sempit daripada  makna  pusatnya;  misalnya,  makna  kepala  dalam  kepala  batu. Selanjutnya,  Djajasudarma  (1993:  7-8)  menjelaskan  bahwa  kata-kata  bermakna luas  di  dalam  bahasa  Indonesia  disebut  juga  makna  umum  (generik)  digunakan untuk  mengungkapkan  gagasan  atau  ide  yang  umum.  Gagasan  atau  ide  yang umum  bila  dibubuhi  rincian  gagasan  atau  ide,  maka  maknanya  akan  menyempit (memiliki makna sempit), seperti pada contoh berikut.

(1) pakaian dengan              pakaian wanita

(2) saudara dengan              saudara kandung

                                             saudara tiri

 (3) garis dengan                  garis bapak

                                             garis miring

2. Makna Luas

Makna  luas  (widened  meaning  atau  extended  meaning)  adalah  makna  yang terkandung  pada  sebuah  kata  lebih  luas  dari  yang  diperkirakan  (Djajasudarma, 1993:  8).  Dengan  pengertian  yang  hampir  sama,  Kridalaksana  (1993:  133) memberikan  penjelasan  bahwa  makna  luas  (extended  meaning,  situational meaning)  adalah  makna  ujaran  yang  lebih  luas  daripada  makna  pusatnya; misalnya makna sekolah pada kalimat Ia bersekolah lagi di SESKOAL yang lebih luas dari makna ‘gedung tempat belajar’.

  Kata-kata  yang  memiliki  makna  luas  digunakan  untuk  mengungkapkan gagasan  atau  ide  yang  umum,  sedangkan  makna  sempit adalah  kata-kata  yang bermakna  khusus  atau  kata-kata  yang  bermakna  luas  dengan  unsure  pembatas. Kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum.

  Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit, seperti pada contoh bahasa Indonesia berikut.

pakaian dalam dengan pakaian

kursi roda dengan kursi

menghidangkan  dengan menyiapkan

memberi dengan menyumbang

warisan dengan harta

 

3. Makna Kognitif

Makna  kognitif  disebut  juga  makna  deskriptif  atau  denotatif  adalah  makna  yang menunjukkan  adanya  hubungan  antara  konsep  dengan  dunia  kenyataan.  Makna kognitif  adalah  makna  lugas,  makna  apa  adanya.  Makna  kognitif  tidak  hanya dimiliki  kata-kata  yang  menunjuk  benda-benda  nyata,  tetapi  mengacu  pula  pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9).

Kridalaksana  (1993)  dalam  Kamus  Linguistik,  memberikan  penjelasan bahwa  makna  kognitif  (cognitive  meaning)  adalah  aspek-aspek  makna  satuan bahasa  yang  berhubungan  dengan  ciri-ciri  dalam  alam  di  luar  bahasa  atau penalaran.

Makna  kognitif  sering  digunakan  dalam  istilah  teknik.  Seperti  telah disebutkan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif, makna denotatif, dan  makna  kognitif  konsepsional.  Makna  ini  tidak  pernah  dihubungkan  dengan hal-hal  lain  secara  asosiatif,  makna  tanpa  tafsiran hubungan  dengan  benda  lain atau  peristiwa  lain.  Makna  kognitif  adalah  makna  sebenarnya,  bukan  makna kiasan atau perumpamaan.


4. Makna Konotatif dan Emotif

Makna  kognitif  dapat  dibedakan  dari  makna  konotatif  dan  emotif  berdasarkan hubungannya,  yaitu  hubungan  antara  kata  dengan  acuannya  (referent)  atau hubungan  kata  dengan  denotasinya  (hubungan  antara  kata  (ungkapan)  dengan orang,  tempat,  sifat,  proses,  dan  kegiatan  luar  bahasa;  dan  hubungan  antara  kata (ungkapan) dengan ciri-ciri tertentu yang bersifat konotatif atau emotif.

Makna  konotatif  adalah  makna  yang  muncul  dari  makna  kognitif  (lewat makna  kognitif),  ke  dalam  makna  kognitif  tersebut  ditambahkan  komponen makna  lain  (Djajasudarma,  1993).  Sementara  Kridalaksana  (1993),  memberikan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama dengan konotasi, yaitu  aspek  makna  sebuah  atau  sekelompok  kata  yang didasarkan  atas  perasaan atau  pikiran  yang  timbul  atau  ditimbulkan  pada  pembicara  (penulis)  dan pendengar (pembaca).

Makna  konotatif  adalah  makna  lain  yang  ditambahkan  pada  makna denotative  yang  berhubungan  dengan  nilai  rasa  dari orang  atau  kelompok  orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata babi, pada orang yang beragama Islam kata babi tersebut mempunyai konotasi negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak  enak  bila  mendengar  kata  tersebut.  Contoh  lain,  kata kurus,  berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang  bersinonim  dengan  kata kurus memiliki  konotasi  positif,  nilai  rasa  yang mengenakkan,  orang  akan  senang  bila  dikatakan ramping.  Begitu  juga  dengan kata kerempeng,  yang  juga  bersinonim  dengan  kata  kurus dan  kata ramping, mempunyai konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.

Makna  konotatif  dapat  dibedakan  dari  makna  emotif karena  yang  disebut pada bagian pertama bersifat negative dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna  konotatif  muncul  sebagai  akibat  asosiasi  perasaan  kita  terhadap  apa  yang diucapkan  atau  apa  yang  didengar.  Makna  konotatif  atau  emotif  sangat  luas  dan tidak  dapat  diberikan  secara  tepat.  Makna  konotatif  dan  makna  emotif  dapat dibedakan  berdasarkan  masyarakat  yang  menciptakannya  atau  menurut  individu yang  menciptakannya  atau  menghasilkannya,  dan  dapat  dibedakan  berdasarkan media  yang  digunakan  (lisan  atau  tulisan),  serta  menurut  bidang  yang  menjadi isinya.  Makna  konotatif  berubah  dari  zaman  ke  zaman.  Makna  konotatif  dan emotif dapat bersifat insidental.

Makna  emotif  (bahasa  Inggris  emotive  meaning)  adalah  makna  yang melibatkan  perasaan  (pembicara  dan  pendengar;  penulis  dan  pembaca)  ke  arah yang  positif.  Makna  ini  berbeda  dengan  makna  kognitif  (denotatif)  yang menunjukkan  adanya  hubungan  antara  dunia  konsep  (reference)  dengan kenyataan,  makna  emotif  menunjuk  sesuatu  yang  lain yang  tidak  sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma, 1993).

Suatu  kata  dapat  memiliki  makna  emotif  dan  bebas  dari  makna  kognitif, atau  dua  kata  dapat  memiliki  makna  kognitif  yang  sama,  tetapi  kedua  kata tersebut  dapat  memiliki  makna  emotif  yang  berbeda. Makna  emotif  di  dalam bahasa  Indonesia  cenderung  berbeda  dengan  makna  konotatif;  makna  emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif.

 

5. Makna Referensial

Makna referensial (referential meaning) adalah makna unsure bahasa yang sangat dekat  hubungannya  dengan  dunia  di  luar  bahasa  (objek  atau  gagasan),  dan  yang dapat  dijelaskan  oleh  analisi  komponen;  juga  disebut  denotasi;  lawan  dari konotasi (Kridalaksana, 1993: 133).

Sebuah  kata  atau  leksem  disebut  bermakna  referensial  kalau  ada referentnya,  atau  acuannya.  Kata-kata  seperti kuda,  merah,  dan gambar adalah termasuk  kata-kata  yang  bermakna  referensial  karena  ada  acuannya  dalam  dunia nyata.  Sebaliknya,  kata-kata  seperti dan,  atau,  dan karena adalah  termasuk  kata-kata  yang  tidak  bermakna  referensial,  karena  kata-kata  itu  tidak  mempunyai referent.

Djajasudarma  (1993),  menjelaskan  makna  referensial  adalah  makna  yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut  juga  makna  kognitif,  karena  memiliki  acuan.  Makna  ini  memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya dengan makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat pemakai bahasa.

 

6. Makna Konstruksi

Makna  konstruksi  (bahasa  Inggris construction  meaning)  adalah  makna  yang erdapat  di  dalam  konstruksi.  Misalnya,  makna  milik yang  diungkapkan  dengan urutan  kata  di  dalam  bahasa  Indonesia.  Di  samping  itu,  makna  milik  dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan.

Kridalaksana  (1993),  makna  konstruksi  (construction  meaning)  adalah makna  yang  terdapat  dalam  konstruksi,  misalnya,  ‘milik’  yang  dalam  bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata.

Contoh-contoh  yang  diberikan  Djajasudarma  (1993)  mengenai  makna konstruksi ini antara lain:

1. Itu buku saya

2. Saya baca buku saya

3. Perempuan itu ibu saya

4. Rumahnya jauh dari sini

5. Di mana rumahmu? 

 

7. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna  leksikal  (bahasa  Inggris lexical  meaning,  semantic  meaning,  exsternal meaning)  adalah  makna  unsur-unsur  bahasa  sebagai  lambang  benda,  peristiwa, dan  lain-lain.  Makna  leksikal  ini  dimiliki  unsur-unsur  bahasa  secara  tersendiri, lepas  dari  konteks.  Misalnya,  kata culture (bahasa  Inggris)  ‘budaya’,  di  dalam kamus  Shadily  &  Echols  disebutkan  sebagai  nomina  (kb)  dan  artinya:  (1) kesopanan,  kebudayaan;  (2)  pemeriharaan  biakan  (biologi);  sedangkan  di  dalam Kamus  Bahasa  Indonesia  I,  budaya  adalah  nomina,  dan  maknanya;  (1)  pikiran, akal  budi;  (2)  kebudayaan;  (3)  yang  mengenai  kebudayaan,  yang  sudah berkembang  (beradab,  maju).  Semua  makna,  baik  bentuk  dasar  maupun  bentuk turunan yang ada dalam kamus disebut makna leksikal (Djajasudarma, 1993).

Masih  dalam  hal  makna,  Djajasudarma  (1993)  lebih  lanjut  menjelaskan makna  gramatikal  yang  merupakan  bandingan  bagi  makna  leksikal.  Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional meaning, structural meaning,  internal  meaning)  adalah  makna  yang  menyangkut  hubungan  intra bahasa,  atau  makna  yang  muncul  sebagai  akibat  berfungsinya  sebuah  kata  di dalam  kalimat.  Di  dalam  semantik  makna  gramatikal  dibedakan  dari  makna leksikal.  Makna  leksikal  dapat  berubah  ke  dalam  makna  gramatikal  secara operasional.

Makna  leksikal  secara  umum  dapat  dikelompokkan  ke  dalam  dua golongan  besar,  yaitu  makna  dasar  dan  makna  perluasan,  atau  makna  denotatif (kognitif, deskriptif) dan makna konotatif atau emotif.

Mengenai  dua  jenis  makna  ini,  Kridalaksana  (1993) menjelaskan  makna leksikal  (lexical  meaning,  semantic  meaning,  external  meaning)  adalah  makna unsur-unsur  bahasa  sebagai  lambang  benda,  peristiwa,  dan  lain-lain;  makna leksikal  ini  dipunyai  unsur-unsur  bahasa  lepas  dari  penggunaannya  atau konteksnya.  Selanjutnya,  makna  gramatikal  (grammatical  meaning,  functional meaning,  structural  meaning,  internal  meaning)  adalah  hubungan  antara  unsur-unsur  bahasa  dalam  satuan-satuan  yang  lebih  besar; misalnya,  hubungan  antara kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.

Dengan  demikian  makna  leksikal  adalah  makna  yang  dimiliki  atau  ada pada  leksem  atau  kata  meski  tanpa  konteks  apa  pun. Misalnya,  leksem kuda, memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat  yang biasa dikendarai’; leksem pensil mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan  arang’;  dan  leksem air memiliki  makna  leksikal  ‘sejenis  barang  cair  yang biasa  digunakan  untuk  keperluan  sehari-hari.  Jadi, kalau  dilihat  dari  contoh-contoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.

Lain dari makna leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal,  seperti  afiksasi,  reduplikasi,  komposisi,  dan  kalimatisasi.  Misalnya, proses  afiksasi  prefiks ber-  dengan  dasar  baju melahirkan  makna  gramatikal ‘mengenakan  atau  memakai  baju’;  dengan  dasar  kuda  melahirkan  makna gramatikal  ‘mengendarai  kuda’;  dan  dengan  dasar rekreasi melahirkan  makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’. 

 

8. Makna Ideasional

Makna  idesional  dijelaskan  Djajasudarma  (1993),  makna  idesional  (bahasa Inggris  ideational  meaning)  adalah  makna  yang  muncul  sebagai  akibat penggunaan kata yang berkonsep atau ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata,  baik  bentuk  dasar  maupun  turunan.  Kita  mengerti  ide  yang  terkandung  di dalam kata demokrasi, yakni istilah politik (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap  rakyat  turut  serta  memerintah  dengan  perantaraan  wakil-wakilnya; pemerintahan  rakyat;  (2)  gagasan  atau  pandangan  hidup  yang  mengutamakanpersamaan  hak  dan  kewajiban  serta  perlakuaan  yang  sama  bagi  semua  warga negara.

Kata demokrasi ini kita lihat di dalam kamus, dan kalau diperhatikan pula hubungannya dengan unsur lain dalam pemakaian kata tersebut, lalu kita tentukan konsep  yang  menjadi  ide  kata  tersebut.  Demikian  juga  dengan  kata partisipasi mengandung  makna  idesional  ‘aktivitas  maksimal  seseorang  yang  ikut  serta  di dalam  suatu  kegiatan  (sumbangan  keaktifan)’.  Dengan  makna  idesional  yang terkandung  di  dalamnya  kita  dapat  melihat  paham  yang  terkandung  di  dalam makna suatu kata. 

 

9. Makna Proposisi

Makna  proposisi  (bahasa  Inggris propositional  meaning)  adalah  makna  yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan  makna proposisi  dapat  kita  lihat  di  bidang  matematika,  atau  di  bidang  eksaktra.  Makna proposisi  mengandung  pula  saran,  hal,  rencana,  yang  dapat  dipahami  melalui konteks (Djajasudarma, 1993).

Di  bidang  eksakta,  terutama  matematika  kita  kenal  dengan  apa  yang disebut sudut  siku-siku  makna  proposisinya  adalah  sembilan  puluh  derajat  (900).

Makna  proposisi  dapat  diterapkan  ke  dalam  sesuatu  yang  pasti,  tidak  mungkin dapat diubah lagi, misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:

a.  Satu tahun sama dengan dua belas bulan.

b.  Matahari terbit di ufuk timur.

c.  Satu hari sama dengan dua belas jam.

d.  Makhluk hidup akan mati.

e.  Surga adalah tempat yang sangat baik. Dan sebaginya.

 

10. Makna Pusat

Kridalaksana (1993: 133) memberikan arti makna pusat (central meaning) adalah makna kata yang umumnya dimengerti bilamana kata itu diberikan tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak berciri.

Makna pusat (bahasa Inggris central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata  yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran, baik klausa, kalimat, maupun wacana,  memiliki  makna  yang  menjadi  pusat  (inti)  pembicaraan.  Makna  pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks. 

Seseorang  yang  berdialog  dapat  berkomunikasi  dengan  komunikatif tentang  inti  suatu  pembicaraan,  serta  pembicara  dan  kawan  bicara  akan memahami makna pusat  atau dialog karena penalaran  yang kuat. Sebagai  contoh dapat kita lihat dalam ekspresi berikut.

a.  Meja itu bundar.

b.  Ali seorang laki-laki.

c.  Harga-harga semakin memuncak.

d.  Akhir-akhir ini sering terjadi banjir.

e.  Ia  menghidupi  anak-istrinya  dengan  bekerja  memeras  keringat.  Dan sebagainya.

 

11. Makna Piktorial

Makna  piktorial  adalah  makna  suatu  kata  yang  berhubungan  dengan  perasaan pendengar  atau  pembaca.  Misalnya,  pada  situasi  makan  kita  berbicara  tentang sesuatu  yang  menjijikan  dan  menimbulkan  perasaan  jijik  bagi  si  pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (aktivitas) makan (Djajasudarma, 1993).

Perasaan muncul segera setelah mendengar atau membaca sesuatu ekspresi yang  menjijikkan,  atau  perasaan  benci.  Perasaan  dapat  pula  berupa  perasaan gembira, di samping perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau setiap saat dapat kita alami. Perhatikan contoh berikut, dapat kita tentukan makna piktorialnya.

a.  Kenapa kausebut nama dia.

b.  Kakus itu kotor sekali. 

c.  Ah, konyol dia.

d.  Ia tinggal di gang yang becek itu.

e.  Mobil itu hampir masuk jurang. Dan sebagainya.

 

12. Makna Idiomatik

Idiom  adalah  satuan  ujaran  yang  maknanya  tidak  dapat  diramalkan  dari  makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal  bentuk menjual  rumah  bermakna  ‘yang  menjual  menerima  uang  dan yang  membeli  menerima  rumahnya’;  bentuk menjual  sepeda bermakna  ‘yang menjual  menerima  uang  dan  yang  membeli  menerima  sepeda’;  tetapi  dalam bahasa  Indonesia  bentuk menjual  gigi,  tidaklah  memiliki  makna  seperti  bentuk menjual  rumah  ataupun menjual  sepeda,  melainkan  bermakna  ‘tertawa  dengan keras’.  Jadi,  makna  seperti  yang  dimiliki  bentuk menjual  gigi, itu  yang  disebut makna  idiomatik.  Seperti  contoh  bentuk  lain, membanting  tulang,  meja  hijau, tulang punggung, dan sebagainya.

Kridalaksana  (1993)  menyebutnya  dengan  makna  kiasan  (transferred meaning,  figurative  meaning)  adalah  pemakaian  kata  dengan  makna  yang  tidak sebenarnya.  Selanjutnya,  Djajasudarma  (1993)  memberikan  pengertian  makna idiomatik  adalah  makna  leksikal  yang  terbentuk  dari  beberapa  kata.  Kata-kata yang  disusun  dengan  kombinasi  kata  lain  dapat  pula menghasilkan  makna  yang berlainan.  Sebagian  idiom  merupakan  bentuk  beku  (tidak  berubah),  artinya kombinasi  kata-kata  dalam  idiom  berbenntuk  tetap.  Bentuk  tersebut  tidak  dapat diubah  berdasarkan  kaidah  sintaksis  yang  berlaku  bagi  suatu  bahasa.  Makna idiomatik  didapat  di  dalam  ungkapan  dan  peribahasa.  Seperti  terlihat  pada ekspresi contoh berikut.

a.  Ia bekerja membanting tulang bertahun-tahun.

b.  Aku tidak akan bertekuk lutut di hadapan dia.

c.  Kasihan, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

d.  Seperti ayam mati kelaparan di atas tumpukan padi.

e.  Tidak baik menjadi orang cempala mulut (lancang).

Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa, terutama pada bahasa-bahasa yang penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi. Untuk mengenal makna idiomatik tidak ada jalan lain selain harus melihat dan membaca di dalam kamus, khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.


C. Komponen Makna

 Makna yang dimiliki oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian” yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna/ + manusia/, /+ dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau komponen makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan ibu tidak memiliki kata jantan.

Komponen Makna

Ayah

Ibu

1.      Insane

+

+

2.      Dewasa

+

+

3.      Jantan

+

-

4.      kawin

+

+

 

Keterangan : tanda +  mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai komponen makna tersebut.

Konsep analisis dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Dengan analisis biner ini kita juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan medan makna.

Ada tiga hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.

Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih bersifat netral atau umum sedangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih bersifat khusus karena hanya mengenai “wanita” saja.

Kedua, ada kata atau unsur  leksikal yang sukar dicari pasanganya karena memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh yang pasanganya lebih dari satu, yaitu berdiri misalnya kata berdiri bukan hanya bisa dipertentangkan dengan kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok dan berbaring.

Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan dewasa, mana yang lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa juga dewasa sebab tidak ada alasan bagi kita untuk menyebutkan ciri jantan lebih bersifat umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak menyiratkan makna yang lain.

 

D. Kelemahan Analisis Komponen Makna Menggunakan Pembagian Biner

Di samping memiliki beberapa mamfaat, analisis komponen makna juga memiliki keterbatasan. Analisis komponen makna tidak dapat diterapkan pada semua kata, karena komponen makna kata berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang tindih. Analisis komponen makna lebih banyak dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan pada kelas kata verba, atau adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga dapat diberi ciri-ciri semantik.

Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian Biner banyak kelemahanya tetapi cara ini banyak manfaatnya untuk memahami makna kalimat. Para tata bahasawan tranformasional juga telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap analisis komponen makna ini menjadi meningkat. Analisis semantik kata yang dibuat seperti diatas tentu banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna kalimat, tetapi pembuatan daftar kosa kata dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara lengkap bukanlah pekerjaan yang mudah sebab memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian, waktu, dan tenaga yang cukup besar.

 

E. Kesesuaian Semantis dan Gramatis

Seorang bahasawan atau penutur suatu bahsa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasai semua kalimat yang ada dalam bahasanya itu, melainkan karena adanya kesesuaian ciri-ciri semantik antara unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal lainnya. Contoh: kata, wanita dan mengandung mempunyai kesesuaian ciri semantik. Tetapi antara jejaka dan mengandung tidak ada kesesuaian cirri semantik. Karena pada kata wanita ada kesesuaian ciri (+ mengandung) sedangkan pada kata jejaka ada ciri (+ non mengandung).

Ciri

Wanita

jejaka

Insan

+

+

Mengandung

+

-

   

Kesesuaian ciri berlaku bukan hanya pada unsur-unsur leksikal saja, tetapi juga berlaku antara unsur leksikal dan gramatikal. Contohnya: kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam, tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata ayam.

Adanya kesesuaian unsur-unsur leksikal dan integrasinya dengan unsur gramatikal sudah banyak diteliti orang sejalan dengan pesatnya penelitian di bidang semantik sejak tahun 60-an. Pada ahli tata bahasa generatif seperti Chfe (1970) dan Fillmore (1971) berpendapat bahwa setiap unsur leksiakal mengandung ketentuan ketentuan penggunaannya yang sudah terfatori yang bersifat grametikal dan bersifat semantik. Ketentuan-ketentuan gramatikal memberikan kondisi-kondisi gramtikal yang berlaku jika suatu unsur gramatikal yang hendak digunakan. Contohnya, kata kerja “ makan”  dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah subjek dan sebuah objek (walaupun di sini objek bisa dihilangkan).

Selain itu, ketentuan-ketentuan semantik menunjukkan ciri-ciri semantis yang harus ada di dalam unsur-unsur leksikal yang bersangkutan yang disebut di dalam ketentuan gramatikal tersebut . Kata makan di atas menyiratkan bahwa subjeknya harus mengandung ciri makna (+bernyawa) dan objeknya mengandung ciri makna (+makanan).

Artikel Lainnya

Tidak ada komentar: